Laguku

Selasa, 08 Januari 2013

Dari Sawit untuk Sapi


Integrasi kelapa sawit-sapi adalah inovasi sekaligus jawaban atas keterbatasan lahan dalam meningkatkan populasi

Terbatasnya lahan untuk penanaman hijauan sebagai sumber pakan ternak, adalah salah satu kendala utama dalam upaya besar menggenjot populasi sapi nasional. Sementara produk samping pertanian dan agroindustri belum dimanfaatkan
Karena itu, pengembangan sistem integrasi sapi di perkebunan sawit menjadi penting untuk mengisi kebutuhan lahan. Dengan status Indonesia sebagai jawara kebun sawit dan produsen CPO (crude palm oil) dunia, maka potensinya sangat tinggi dimanfaatkan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro, menyebut luas lahan kebun sawit di Indonesia mencapai 8 juta hektar yang potensial untuk digarap.
Dipaparkan Syukur, selama ini pengembangan sapi ada dua tipe. Pertama pemeliharaan di padang pengembalaan, banyak diterapkan di daerah yang kaya akan lahan luas seperti NTT (Nusa Tenggara Timur), NTB (Nusa Tenggara Barat),Maluku dan Papua. Kedua, pemeliharaan intensif di kawasan padat penduduk seperti di Pulau Jawa. “Dan yang paling besar populasinya ada di sistem intensif,” ujarnya.
Problem tipe pertama adalah jauh dari pasar utama, yaitu Pulau Jawa. Ongkos transportasi tinggi, sehingga harga sapi sampai di Jawa pun tinggi. Sedangkan tipe kedua, persoalan utamanya adalah sulitnya mendapatkan pakan hijauan yang ekonomis. Belakangan, para ahli menganalisa, pengembangan sapi kebun sawit sebagai potensi baru, di luar 2 tipe sebelumnya. “Jadi integrasi kelapa sawit-sapi adalah inovasi sekaligus jawaban atas keterbatasan lahan dalam meningkatkan populasi sapi,” papar Syukur.
Dan konsep ini mulai diminati pelaku usaha perkebunan kelapa sawit baik swasta, BUMN maupun petani plasma. Alasannya jelas, karena integrasi sawit -sapi mampu memberikan tambahan pendapatan bagi pelaku sekaligus meningkatkan populasi sapi. Sebagai sentra, kata Syukur, Pulau Sumatera dijadikan kawasan integrasi sawit- sapi, serta sebagian Jawa Barat dan Kalimantan
Swasembada
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, Askardiya R Patrianov memberi keterangan, integrasi ini tidak sekadar adanya ternak di kebun sawit, tetapi korelasi apa yang bisa dibangun antara ternak dan kebun sawit . “Apa yang bisa ternak berikan kepada tanaman, demikian juga sebaliknya,” ujarnya.
Kata Novi—demikian ia biasa disapa— integrasi sapi-sawit di Riau menunjukkan tren meningkat. Salah satu indikasinya, banyak pemilik modal membelanjakan dananya untuk sapi kemudian menitipkannya di kebun sawit, alih-alih menabung di bank. Novi tegas mengatakan, integrasi merupakan salah satu strategi efektif untuk percepatan capaian swasembada daging sapi dan kerbau 2014.
Dimintai tanggapannya, Berlino Mahendra Santosa, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPN V membantah keterlibatan pihaknya di program ini sebatas memenuhi penugasan yang tercantum dalam Surat Kementerian BUMN No : S-50/D1.MBU/2012 tentang Pola Integrasi Peternakan Sapi di Perkebunan Kelapa Sawit  dan Surat Menteri BUMN No S-240/MBU/2012 perihal Penugasan Pelaksanaan Program Integrasi Sapi Sawit. Ia menegaskan, PTPN serius berpartisipasi dalam ketahanan pangan, dalam hal ini swasembada daging sapi. ”Meskipun awalnya bingung bagaimana pola sapi-sawit ini,”akunya
Dan sejak awal tahun ini, berdasar instruksi dari Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) PTPN V harus mengintegrasikan 12.000 ekor sapi dalam kebun sawitnya, dari total 100.000 sapi untuk seluruh BUMN dalam mendukung program swasembada daging. “Dan tidak ada alasan PTPN V tidak berpartisipasi karena hampir seluruh sumberdaya kita miliki, mulai lahan, bahan baku pakan sampai SDM,”ungkapnya